Satu Langkah Menuju Gerbang


Doakan diriku kawan... Semoga aku bisa segera menggenapkan dienku... ^_^


I just want to share..

Entah... Akhir-akhir ini banyak sekali sahabat, saudara, tetangga, dan orang lain yang menggenapkan agamanya. Menyempurnakan kehidupan yang sebelumnya terpisah, kini menjadi satu dan insya Allah tak akan terpisah. Sungguh semua itu terasa indah. Kehidupan pun akan menjadi sangat berbeda. Dulu yang semua dilakukan sendiri, kini ada seseorang yang senantiasa menemani. Dulu kalau mau pergi hanya berpamitan kepada orang tua, kini ada seseorang yang harus tahu kemanapun kita pergi. Indah? Ya, sangat indah bahkan. Aku mampu merasakan itu semua. Meski sekarang hanya ku rasakan dalam angan.

Wanita mana yang sekarang bila ditanya, dia tak menganggukkan kepala? Pasti semua mengiyakan, karena semua ingin menikah. Semua ingin memiliki teman, seseorang yang sangat berharga dalam hidupnya. Seseorang yang lebih dari seorang sahabat. Seseorang yang lebih dari seorang kawan bercengkrama. Tapi seseorang yang akan menjadi segalanya buat kita. Aku pun begitu. Semua wanita pasti ingin menikah.

Banyak orang yang menilai dari perkataan dan sikapku, aku sudah dalam keadaan yang siap menikah. Tapi, tunggu dulu. Itu penilaian orang. Tapi aku merasa, aku belum berani melangkahkan kaki jauh ke depan. Di depan orang lain memang sepertinya aku dinilai wah atau apapun penilaian mereka. Tapi ketika disuruh untuk maju satu langkah saja, aku bergetar. Banyak rasa yang bergelut dalam pikiranku. Semua terasa berat. Itulah kenapa, sampai saat ini, aku belum mampu melangkah.

Apakah ketidakmampuanku itu karena belenfgu di masa lalu yang terlalu menggores pedih? Aku pun tak tahu. Tapi aku berharap bukan itu jawabannya. Ataukah mungkin aku merasa masih takut untuk menemani kehidupan orang lain? Aku rasa juga tidak, karena aku sangat ingin mempunyai seseorang sebagai tempatku bercerita, bermanja, dan banyak lagi. Apalagi seorang lelaki, yang notabene kehidupanku jauh dari kaum adam itu. Bukan jauh dari segala sisi, tapi hanya satu sisi. Bagaimana tidak, kedua kakakku kini sedang merantau nun jauh di sana dan bapak, beliau telah pergi meninggalkanku sendiri.

Aku masih merasa rapuh. Walaupun sudah tiga tahun beliau pergi, aku merasa baru kemarin beliau memegang tanganku erat, sebagai tanda perpisahan bahwa beliau akan pergi untuk selamanya. (Astaghfirullah, jika menulis tentang beliau, air mata ini selalu mengalir tanpa bisa dibendung)

*go back

Mungkin ini lah saat yang tepat untuk diriku memberanikan melangkah maju. Sebagai satu dari beberapa langkah yang akan menuju gerbang terindah itu. Bismillah. Semoga Allah senantiasa membersamaiku dikala aku lapang maupun sempit, sakit maupun sehat, dan suka maupun duka. Aamiin....

*Ya Allah, tegur hamba jika hamba kembali mengulangi kesalahan yang seharusnya tidak hamba lakukan

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ketika Mimpi Menabrak Realita

Pantun Pernikahan...

Izinkan Aku Sejenak Beristirahat Menikmati Jurang Kehancuran