Anak Calon Mertuaku

“Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah untuk wanita yang keji (pula). Dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula).” (An-Nur : 26)

Firman Allah itulah yang meyakinkan diri bahwa ketika kita menjadi seseorang yang baik, tentu Allah akan memberikan kita pasangan hidup yang baik pula. Apakah masih ada yang meragu ketika Allah sudah berjanji? Apakah masih ada sedikit ragu dihatimu? Kawan, sungguh tidak ada yang lebih menepati janji kecuali Dzat Maha Besar dan Maha Segala. Ketika ada seseorang yang berjanji, kita bisa saja meragukannya karena tidak ada yang menjamin janji itu akan ditepati atau tidak. Tetapi ketika Allah yang berjanji, semua akan ditepati, walau tak pernah kita tahu kapan waktu penepatan janji itu.

Kini, aku dan banyak kawanku yang lain, masih dalam masa penantian. Masa yang dipenuhi banyak godaan. Masa yang sangat sulit untuk menjaga kebaikan diri. Tentu semua yang dalam masa penantian pasti menginginkan seseorang yang terbaik diantara yang baik yang akan menjadi jodohnya kelak, sama halnya denganku. Sungguh, aku hanya ingin menjaga kesucian hati ini untuk seseorang yang berhak mendapatkannya, namun ternyata semua yang terjadi tak seperti apa yang diimpikan. Dari ketika umur ini beranjak remaja, diri ini sudah mulai membentuk perisai hati berupa dinding yang berduri, berharap tidak ada satu orang pun yang mampu merebut hati ini kecuali orang yang sudah dituliskan di Lauhul Mahfudz. Merenda impian untuk selalu menjadikannya pertama dan terakhir yang mampu menembus perisai hati, namun ternyata aku gagal membangun perisai yang gagah nan perkasa.

Tanpa aku sadari, perlahan ada seseorang yang menelusup mengoyak perisai hati ini hingga akhirnya aku mengalah dan pasrah. Kedatangannya menyapa hati ini sungguh lembut dan berbekas sangat tebal, tanpa menimbulkan rasa curiga. Tetapi ternyata perlahan diapun menggerogoti perisai hati ini dan menerobos masuk menembus dinding hatiku yang berduri. Ketika aku menyadari semuanya, hanya ada rasa sesal didalam hati. Penyesalan yang luar biasa hingga malam-malamku hanya dilalui dengan tangis. Sungguh aku sangat menyesal karena aku telah mengkhianati dia, anak calon mertuaku yang entah aku tak tahu sedang dimana dia berada. Aku takut dengan pengkhianatan ini, dia juga akan mengkhianatiku disana. Padahal aku ingin, akulah yang pertama dan terakhir yang bertahta di singgasana hatinya. Namun itu hanya mimpi belaka, karena ternyata aku yang lebih dulu mengkhianatinya. Aku menyesal, sungguh aku menyesal. Semua harapan yang aku rangkai indah ternyata sirna tak berbekas. Tak ada lagi kalimat pertama dan terakhir. Tangis penyesalan menghiasi malamku hingga beberapa bulan. Aku menyesal aku telah mengkhianati anak calon mertuaku. Berbagai puisi yang ku tulis dengan air mata menghiasi buku diaryku. Puisi yang aku tujukan untuk imamku kelak yang entah sedang apa dia sekarang. Aku merasa melakukan kesalahan yang sangat besar dalam perjalanan hidupku hingga aku merasa hancur karena penyesalanku sendiri. Namun satu hal yang sangat aku sadari, bahwa kehidupan ini harus tetap berjalan, amanah akan terus berdatangan, hingga aku meyakinkan diri bahwa aku bisa bangkit.

Perlahan aku mulai menata hatiku kembali. Aku mulai memasang duri tajam sebagai perisai hatiku. Aku berjanji duri ini lebih tajam dari yang sebelumnya pernah ku buat. Aku tak ingin seperti keledai yang jatuh di lubang yang sama untuk kedua kalinya. Mimpi-mimpi tentang anak calon mertuaku mulai aku bangun kembali. Aku perjelas lagi visiku dan aku paparkan lagi misiku dengan lebih jelas. Aku harus lebih tegas dalam perjalanan hidupku. Aku tak mau kembali mengkhianati dia untuk yang kedua kalinya. Cukuplah satu kali kebodohanku yang merenggut indahnya mimpi yang pernah aku rajut dulu. Kini aku bangkit dengan mimpi baruku. Aku bangkit dengan asa yang terhujam hingga relungku. Banyak sekali pelajaran kemarin yang aku dapatkan agar aku bisa berubah menjadi lebih baik lagi.
Duhai anak calon mertuaku, disini ku menunggu kedatanganmu dengan selalu memperbaiki diri
Ketika bertanya tentang seperti apa jodoh impianku, aku ingin jodoh yang dengannya aku berjalan beriringan dalam dakwah sampai kelak kebersamaan itu berakhir di taman surga. Hingga aku mampu membuat bidadari surga cemburu atas keimananku dan imamku. Banyak mimpi yang aku ukir dalam alam pikirku yang sederhana, mimpi kebersamaan dalam sebuah keluarga kecil perindu ridho Allah. Ketika kami mampu bergandengan tangan bersama di jalan dakwah, tentu rumah kami kelak akan menjadi rumah yang sangat indah dengan melodi ayat cinta Allah yang senantiasa bergema, untaian tutur yang mengandung beribu nasehat kehidupan, dan suasana yang nyaman bagi siapapun yang singgah. Tak pernah aku memikirkan bagaimana tentang ekonomi keluarga kita nanti, aku pasrahkan semuanya pada Allah, tanpa aku lupa aku akan selalu berusaha. Semua mimpi itu akan aku pupuk dan siram dengan bunga keimanan bermahkota surga.

Aku tahu bahkan sangat mengerti, semua mimpi itu akan terwujud ketika aku bertemu dengan seseorang yang baik. Hingga aku sangat menyadari bahwa aku juga harus menjadi orang yang baik pula. Segala persiapan telah aku lakukan mulai dari diriku sendiri, keluarga, hingga lingkungan sekitar. Kebaikan harus selalu diawali dari sendiri mulai dari akhlak, moral, fisik, dan materi. Akhlak Rasulullah SAW adalah sebaik-baiknya teladan yang ingin aku contoh. Akhlak termulia dari ajaran paling sempurna. Dengan akhlak yang luar biasa akan membentuk moral yang telah terpatri hingga relung hati. Kebaikan akhlak dan moral harus didukung dengan kesehatan fisik, salah satunya dengan makan makanan yang halal dan toyib. Hingga semua itu menuntut diri untuk selalu produktif dalam segi materi, bahwa jadi da’i itu harus kaya dan aku selalu yakin akan janji Allah,

“Dan nikahkanlah orang yang sendirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak nikah diantara hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memampukan mereka dengan karuniaNya, dan Allah Maha Luas pemberianNya lagi Maha Mengetahui.” (An-Nur : 32)

Hingga semua itu berhubungan dan mampu mendorong kita menjadi lebih baik. Ketika diri ini baik, lingkungan yang pertama kali merasakan dampaknya adalah keluarga. Sampai akhirnya kita dapat membuat konsep tentang keluarga yang seperti apa yang kita inginkan kelak. Sampailah pada fitroh manusia sebagai makhluk sosial yang harus selalu membuka diri dengan lingkungan yang sangat heterogen. Aku pun ingin selalu menghiasi diri ini dengan bunga keimanan, walau sungguh aku menyadari iman tak selamanya meningkat, kadang terjadi fluktuasi. Itulah fungsi kawan di jalan dakwah ini, kawan yang senantiasa mengingatkanku dalam kebenaran dan kebaikan. Kawan yang selalu ada atas nama ukhuwah Islamiyah.

Semua mimpi yang indah ini yang akan selalu aku yakini suatu saat nanti akan berbunga indah berbuah nyata. Mimpi yang indah akan suatu hubungan yang selalu dilandasi kejujuran dan kepercayaan. Aku yakin untuk sekarang, Allah masih berkata, “Tunggu.” Hingga suatu saat nanti aku akan bertemu anak calon mertuaku dalam bingkai yang paling indah, yaitu pernikahan. Aku hanya ingin memperbaiki diri dulu berharap dia disana juga memperbaiki dirinya. Ya Rabb, jagalah hamba dan anak calon mertua hamba dalam penjagaan terbaik hingga kami bertemu dalam keimanan terbaik dan bingkai terbaik. Amin....

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ketika Mimpi Menabrak Realita

Pantun Pernikahan...

Izinkan Aku Sejenak Beristirahat Menikmati Jurang Kehancuran