Mbah Siti

Mbah Siti, begitulah biasanya wanita sepuh penjual jamu keliling itu dipanggil. Suaranya yang kecil melengking sudah tak asing di telinga penduduk dua kampung yang bersebelahan berjarak hamparan sawah. Karena hanya di dua kampung itu saja Mbah Siti sehari – hari mondar mandir, ayunkan langkah kaki kecil bersandal jepit, lewati jalan yang sama, lewati sawah yang sama. Entah sudah berapa tahun jalan – jalan kampung itu Mbah Siti lalui setiap hari.  Jika diperhatikan dari caranya berjalan, bagaimana kakinya yang lincah hindari batu, menyingkir dari jalanan berlubang, maka sudah dapat dipastikan Mbah Siti sangat hafal jalan – jalan yang dia lalui. Atau mungkin jalan – jalan kampung ini juga sudah mengenal kaki Mbah Siti.


Tidak sama seperti kebanyakan penduduk kampung ini yang sering menghitung hari, menanti musim, atau menunggu tanggal, bagi Mbah Siti semua hari sama saja. Kemarin Mbah Siti adalah penjual jamu keliling, hari ini juga masih penjual jamu keliling, nanti malam Mbah Siti tetap membuat jamu sambil dendangkan langgam jawa karena dia masih berniat untuk keliling menjual jamu besok pagi.

Tak ada yang beda dengan hari ini, Mbah Siti tetap setia memanjakan pelanggan jamu gendongan. Hanya saja hari ini Mbah Siti pulang lebih awal. Kakinya melangkah ringan. Wajah tuanya berbinar suka. Suara denting botol – botol yang beradu di gendongannya terdengar nyaring “ting...ting ting...ting.” Botol – botol tlah kosong. Hembusan angin kala Mbah Siti melewati jalan di antara hamparan sawah mulai dia rasakan.


“Nguuuuung....” suara dengung lirih.


Mbah Siti tetap berjalan.


“Nguuuuuuung...” Suara dengungan itu semakin jelas.


Perempuan tua itu berhenti, mencoba menajamkan pendengarannya, mencari suara yang baru saja dia dengar. Sepi... Hanya suara angin terdengar.


Mbah Siti mulai berjalan lagi.


“Nguuuuuung...” suara dengunan itu makin keras mengikuti langkah – langkah Mbah Siti.


Alis Mbah Siti mengernyit. Langkahnya berhenti. Sepi, tiada dengungan terdengar. Dia menoleh ke kanan, ke kiri, ke belakang, mencari tempat asal suara dengungan yang dia dengar. Sepi, tak ada siapa – siapa, tak ada suara – suara.


Perempuan tua itu melanjutkan langkah, mempercepat langkah.


“Nguuuung... nguuuuung... nguuuung” suara dengungan itu semakin terdengar.


Mbah Siti tak berani hentikan langkah, tak berani pula dia menoleh. Dia mempercapat langkahnya. Semakin cepat. Dan suara dengungan itu semakin keras pula mengikutinya. Semakin cepat Mbah Siti berjalan, semakin keras pula suara dengungan itu terdengar. Perempuan tua itu semakin bingung, takut karena suara itu terus mengejar dirinya. Dia berlari...berlari...


“Tolooong...!!!” Mbah Siti berteriak saat memasuki kampung pinggiran sawah


Beberapa orang yang saat itu sedang berteduh dan ngobrol di bawah pohon pinggiran jalan berlari saat mendengar teriakan Mbah Siti.


“Ada apa Mbah?”


“Kenapa lari – lari Mbah?”


Mbah Siti hanya diam. Kakinya gemetaran. Nafasnya terengah – engah, tak berkata – kata.


“Mbah... Ada apa?” Seorang laki – laki mendekati, memegangi tubuh Mbah Siti yang tampak hampir jatuh.


Mbah Siti memandang tajam ke depan. Tak berani menolehkan wajah. Perlahan bibirnya bergerak “Tolong... Aku baru dikejar-kejar suara gaib.”


“Suara gaib apa Mbah?”


“Haaa??? Siang – siang begini? Kok aneh to Mbah?”


“Yang benar Mbah.”


Mbah Siti masih memandang tajam ke depan. Dia angkat tangan kanannya, dia arahkan jari telunjuknya ke belakang. Semua pandangan mata seperti dikomando mengikuti gerakan jari Mbah Siti.


“Di belakangku...” kata Mbah Siti


Seorang laki – laki separuh baya mendekati Mbah Siti, mencoba mencari-cari sesuatu di belakang Mbah Siti.


“Nggak ada apa-apa Mbah... Ada apa to Mbah?”


“Dari tadi aku di kejar – kejar suara dari belakangku”


“Suara apa to Mbah?”


“Suara nguuung.”


“Suara nguuung apa Mbah? Ceritanya gimana Mbah?” Tanya laki – laki itu penasaran.


“Waktu aku jalan di tengah sawah tadi, tiba – tiba ada suara “nguuung” dari belakangku” Mbah Siti mulai bercerita. “Aku langsung berhenti, aku toleh kanan toleh kiri, aku lihat ke belakang ternyata sepi, tidak ada siapa –siapa.”


“Terus?”


“Aku jalan lagi. Tiba –tiba suara dengungan itu terdengar lagi “nguuuung” semakin keras. Aku berhenti lagi. Aku lihat di sekitarku tidak ada siapa – siapa. Aku takut.”


“Terus? Mbah Siti lari?”


“Iya nak... Aku lari. Tapi suara itu malah semakin keras terdengar mengejar. Semakin cepat jalanku, semakin jelas suara dengungan itu mengejar aku nak...”


Laki – laki separoh baya itu memandangi sesuatu di gendongan Mbah Siti. Tiba – tiba dia tak kuat menahan tawanya


“Hahaha...hahaha...hahaha...”


“Piye to? Kok malah ketawa ngakak?”


“Hahaha... Mbaaah Mbah...”


“Kok malah tambah ketawa”


“Itu Mbah, nguuung itu suara botol kosong tertiup angin Mbah”


“Ha???” Mbah Siti kaget, tersenyum... “ealaaah...”

Karya : Mr. Aafantasixxx
-yang selalu penuh misteri buatku-
hingga hari ini pun entah dimana keberadaannya dan bagaimana keadaannya, aku hanya berharap semoga kau baik-baik saja

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ketika Mimpi Menabrak Realita

Pantun Pernikahan...

Izinkan Aku Sejenak Beristirahat Menikmati Jurang Kehancuran