Kekuatan Cinta Pernikahan Dini

Indah nan merdu For The Rest of My Life milik Maher Zain menemaniku. Lagu yang sangat indah dan menggetarkan hati, ketika ada seseorang yang menyanyikannya untukku. Entah kenapa, ketika aku mendengar lagu ini, pikiranku selalu dipenuhi olehnya. Dia yang selalu hadir di mimpi. Dia yang selalu membuatku ingin mengenalnya lebih dalam. Dia yang mampu membuatku diam tak berkata. Hanya dia yang dapat membuat mukaku bersemu merah tanpa alasan jelas. Entah apa yang aku rasakan. Sungguh, baru kali ini aku merasakan hal seperti itu. Kata temanku, inilah yang dinamakan cinta. Ya Allah, ternyata aku jatuh cinta. Betapa sangat menyesalnya diriku, karena hatiku telah ternoda. Dinding hati yang ku jaga sepanjang umurku, mampu ditembus pertahanannya oleh dia. Tetesan air mata kembali menemaniku.
Tiada terasa, enam bulan sudah hati ini tak tenang memikirkan dia. Hati semakin gelisah. Kuliah pun malas, karena sungguh aku tak ingin melihatnya. Aku takut, aku telah mengkhianati suamiku, karena hatiku telah ternoda. Aku pun menceitakan semua pada Kak Dewi, kakak angkatan yang paling dekat denganku. Kak Dewi menyarankan aku untuk segera memutuskan untuk melupakan dia atau melamarnya. Aku pun kaget, apa pantas di era milenium seperti ini ada cewek ngelamar cowok. Hatiku bingung. Tapi, aku harus tetap memusyawarahkan semua dengan keluargaku dan pastinya dengan Allah. Sehingga akhir pekan ini, ku jadwalkan pulang untuk bertemu ummi dan abi. Aku ingin menceritakan semua.
Tibalah akhir pekan yang ku nanti. Aku pulang menggunakan kereta, angkutan darat yang sangat merakyat. Tepat pukul delapan malam, aku sampai di rumah. Lelah dan penat yang ku rasa selama perjalanan hilang ketika melihat wajah-wajah yang sangat ku rindu. Keluargaku memang penyemangat hidupku. Ummi, abi, adik, dan kakakku menyambut kedatanganku dengan wajah yang riang. Aku anak kedua dari tiga bersaudara. Kakakku semester akhir di perguruan tinggi Bandung dan adikku kelas 1 SMA.
Keesokan harinya setelah makan pagi, kami duduk bersama berbicara tentang perkuliahan aku dan kakak. Tapi aku langsung mengutarakan maksudku pulang. Ketika aku bercerita sambil menangis menyesali pertahanan hatiku yang jebol, kakak dan orang tuaku malah tersenyum kecil. Aku pun bicara tentang hasil istikharahku yang entah kenapa mantap sekali memilih dia, karena aku ingin dialah yang pertama dan terakhir dalam hidupku. Abi berkata, “Anakku, apa tujuan kamu menikah?” Aku menjawab, “Abi, Sarah ingin menikah karena ingin menjaga hati dan mata dari jurang zina, dan sungguh Sarah ingin menggenapkan setengah dien hingga Sarah bisa berislam secara kaffah.” Kembali abi bertanya, “Sayang, apakah keputusanmu ini sudah sungguh-sungguh kau pikirkan dengan segala konsekuensinya?” Aku menjawab dengan tegas, “Insya Allah sudah abi.” Abi pun tersenyum dan mengangguk-angguk. Kemudian abi minta tolong kepada kakak, agar menemui dia yang menembus pertahanan dinding hatiku. Kakak sebagai perantara antara aku dan dia.
Singkat cerita, ternyata tanpa sepengetahuanku, dia datang ke rumah menemui abi dan ummi. Sungguh, Allah Maha Besar, cepat sekali proses semuanya. Akhirnya ditetapkan hari pernikahan kami dua pekan lagi. Undangan telah disebar dan para sahabat pun kaget. Sarah, mahasiswa semester tiga menikah dengan kakak angkatan yang bernama Salman. Tak sedikit kabar negatif yang datang, ada yang bilang MBA atau sejenisnya yang lain. Tapi aku tetap teguh dengan pendirianku, Allah Maha Tahu. Banyak orang yang memikirkan tentang keadaan ekonomi kami. Kami sama-sama masih kuliah, darimana sumber pemasukan keluarga kami nanti. Banyak juga pertanyaan tentang bagaimana kuliah kami nanti, apakah tidak terganggu dengan pernikahan ini. Sungguh, semua pertanyaan itu telah kami jawab dihadapan orang tua kami masing-masing sebelum kami akhirnya memutuskan untuk menikah. Hingga akhirnya kami yakin untuk menjalankan sunnah Rasulullah yang sungguh mulia ini.
Hari pernikahan itu pun tiba. Hari yang telah lama dinanti. Tiada wajah sedih, yang ku lihat hanya wajah cerah ceria. Semua sahabat turut bersuka cita di hari aku melepaskan masa lajangku. Alhamdulillah, dia yang telah menembus pertahanan hatiku akhirnya menjadi pendampingku. Semoga dia menjadi pengisi hatiku untuk yang pertama dan terakhir kali. Setelah menikah, kami tinggal di sebuah rumah kontrakan. Awal kami mengarungi bahtera rumah tangga ini, terlebih dahulu kami menyusun peta hidup tentang visi dan misi pernikahan kami. Kami pun berpikir bagaimana cara memenuhi kebutuhan ekonomi, walau orang tua kami tetap ingin membiayai perkuliahan kami. Tapi kami tetap harus mencari sumber penghasilan yang halal. Akhirnya kami memperoleh sumber itu, aku dengan kemampuanku menulis dan memberi bimbingan belajar, sedangkan kak Salman mencoba untuk bekerja part time dan mengisi pelatihan-pelatihan. Bulan-bulan berlalu dengan kerja keras yang luar biasa. Mencari nafkah tapi tidak mengesampingkan status aktivis dakwah dan aktivis kampus, sangat tidak mudah. Tapi kami terus saling memberi semangat hingga kami tetap berprestasi.

Barokallahulaka wabaroka'alaika wajama'abainakuma fii khoir

Sampai suatu ketika, aku merasa telat 3 pekan. Kak Salman pun membawaku ke dokter. Subhanallah, ternyata aku mengandung calon mujahid kecil penentram hati keluarga kecil kami. Bahagianya hati ini, walau aku tahu bahwa kebutuhan ekonomi kami akan semakin besar. Tapi kak Salman tak pernah mengeluh. Walau peluh membasahi seluruh badannya, tak pernah satu kata keluhan pun keluar dari qowwamku ini. Sungguh suamiku adalah pahlawanku yang telah meluruskan tulang rusuk yang bengkok ini dengan sangat tepat, tidak terlalu lembut dan tidak juga kasar. Hingga ketika usia kandunganku mencapai 4 bulan, sampai larut aku menunggu kepulangan suamiku tercinta. Pagi tadi dia berpamitan akan mengisi pelatihan di Bandung. Sekarang sudah lebih dari pukul sebelas malam, tak biasanya kak Salman pulang telat tanpa memberitahuku. Aku telpon berulang-ulang pun, tak pernah sekalipun terdengar nada sambung, mati. Tepat pukul 12 malam pun, aku tetap belum mendapatkan berita. Aku hanya bisa diam dan berdoa semoga Allah selalu melindungi suamiku. Rasa khawatir semakin menggangguku hingga aku segera mengambil air wudlu untuk melakukan sholat malam dan berdoa untuk keselamatan suamiku. Pukul 3 dini hari pun, aku belum mendapatkan kabar. Aku hanya bisa menangis. Semalaman aku tak tidur. Aku menelepon kakak dan minta bantuannya. Kakak menelepon beberapa kawan kak Salman, tetapi nihil, tak ada satu pun yang mengetahui keberadaan suamiku. Aku merasa kepala ini terasa berat hingga kemudian semua seakan gelap.
Sewaktu aku membuka mata, yang aku lihat adalah ummi, abi, dan kakak. Aku bertanya, “Abi, dimana suamiku?” Abi pun terdiam tak mampu berkata. Aku pun bertanya kembali, “Ummi, kakak, tolong beritahu dek Sarah, dimana kak Salman? Dimana suamiku?” Mereka hanya diam seakan menyimpan suatu rahasia. Semakin ku bingung dan pikiranku pun mulai mengarah ke hal-hal negatif. Apa yang sesungguhnya terjadi pada suamiku? Ya Allah, berikanlah yang terbaik. Kemudian ummi memelukku erat, abi memegang tanganku hangat, dan kakak mencoba memijit kakiku. Aku pun semakin bingung. Pelan abi berkata, “Sayang, Salman telah pergi untuk selamanya. Salman mengalami kecelakaan dan terpental jatuh ke sungai. Sudah seharian polisi dan masyarakat mencari jenazahnya, tapi sampai detik ini pun belum ditemukan.” Seakan petir dan kilat menyambarku dengan kekuatan dahsyat tak terhalaukan. Tetesan bening pun berlomba menetesi pipiku. Seakan mataku berkunang-kunang dan aku pingsan lagi.
Sudah tiga hari kak Salman meninggalkanku. Aku masih belum dapat beraktivitas seperti biasa. Aku telah ikhlas, karena aku yakin Allah tak pernah salah mengambil keputusan, inilah yang terbaik. Pikiran yang berat membuat kandunganku lemah, aku harus istirahat total untuk menjaga calon mujahidku. Bukti cintaku dan kak Salman, aku berjanji aku akan rela melakukan apapun demi janin dalam kandunganku. Aku berusaha keras melanjutkan hidup. Ummi memutuskan untuk menemaniku tinggal di rumahku yang sederhana ini. Hingga suatu hari, tepat tujuh hari setelah kepergian suamiku, aku berhasil menerbitkan sebuah buku yang berjudul Kekuatan Cinta Menuju Asa Mulia, sebuah buku yang terinspirasi dari kehidupanku dan kak Salman. Ternyata memang setelah kesulitan itu ada kemudahan. Bukuku meledak di pasaran, cetakan kedua dan seterusnya pun tak terelakkan. Aku dipanggil menjadi pembicara di seluruh penjuru Indonesia. Impianku telah tercapai, ini juga karena peran kak Salman yang selalu memotivasiku untuk mengembangkan bakatku dalam dunia tulis menulis. Subhanallah, air mata bahagia ini tak henti menemaniku berdzikir mengagungkan asma Allah.
Pundi-pundi rupiah yang dihasilkan dari royalti bukuku seakan tak berharga lagi dengan kepergian kak Salman, tetapi aku masih ingat impian kami dahulu, bahwa selalu memberikan yang terbaik untuk mujahid dan mujahidah kami kelak. Hingga ketika aku merasa sudah waktunya untuk melahirkan sang mujahid, aku pun meminta ummi mengantarkan ke rumah sakit. Dalam perjalanan tak tahu kenapa rasa sakit ini semakin menjadi, tapi perasaan ini senang tak terkira. Menanti kelahiran buah cinta yang telah lama didamba. Ketika memasuki pintu rumah sakit, aku bertabrakan dengan pasien lelaki yang duduk di kursi roda. Aku melihat tatapan matanya yang teduh, mengingatkan aku pada tatapan mata suamiku tercinta. Lama aku menatap hingga tak terasa air ketubanku pecah. Ummi dan suster berhamburan membantuku dan membawaku ke ruang bersalin. Ternyata laki-laki itu langsung berlari dan ikut membantuku. Genggaman tangannya mengingatkan aku pada kak Salman. Allahuakbar, ternyata beliau memang suamiku yang hampir lima bulan aku tak melihatnya. Tatapan mata itu aku hafal betul, itu hanya milik kak Salman, suamiku tercinta. Kak Salman menemaniku selama proses persalinan. Lama berusaha, akhirnya terdengar tangisan pertama mujahid kecil kami. Lantunan adzan dan iqomah langsung dikumandangkan suamiku di telinganya. Air mata bahagia ini kembali menetes sempurna.
Ternyata selama ini kak Salman masih hidup, beliau amnesia. Tasnya memang hanyut terbawa aliran sungai, semua identitas hilang. Sebab itu beliau tak dapat menemui kami dan memberi kabar. Satu penyemangat dia selama ini adalah seseorang yang sangat dicintainya, meskipun dia tak tahu siapa orang itu. Kekuatan cinta itu yang membuatnya mampu bertahan terdampar di sungai selama tiga hari hingga akhirnya penduduk sekitar menemukannya. Kala amnesia, tak pernah sekalipun kak Salman menyerah untuk kesembuhannya, karena dia yakin akan kembali bertemu dengan orang dalam mimpinya yang sangat mencintainya. Hingga Allah kembali mempertemukan kami di rumah sakit, detik-detik sebelum kelahiran mujahid kecil kami. Maha Kuasa Allah yang tak pernah salah membuat keputusan. Kami pun kembali berkumpul bahagia dalam keluarga kecil kami. Memang benar, bahwa akan selalu ada rahasia dibalik rahasia. Kak Salman dan mujahid kecilku, adalah cahaya hidupku. Semoga Allah selalu memberikan yang terbaik pada keluarga kecil ini. Pernikahan dini tak pernah salah ketika visi dan misinya jelas, karena kekuatan cinta yang dihasilkan mampu mengubah dunia. Semakin merasa bahwa kehidupan ini sempurna….

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ketika Mimpi Menabrak Realita

Pantun Pernikahan...

Izinkan Aku Sejenak Beristirahat Menikmati Jurang Kehancuran